EMDR di Indonesia: Manfaat untuk Trauma, Kecemasan dan Self-Healing

Beberapa bulan lalu aku duduk di ruang tunggu klinik, pegangan mug teh hampir hangus di tangan, sambil memperhatikan kipas angin yang berdengung pelan. Jantung kadang masih ikut cekikikan kalau ingat kejadian lama yang tiba-tiba muncul di kepala. Teman menyarankan EMDR — ia bilang, “coba, ini beda dari ngobrol biasa.” Aku skeptis tapi juga lelah. Dari situ aku mulai menggali: apa sih EMDR dan kenapa banyak orang (termasuk aku) yang merasa ‘terbebas’ setelah beberapa kali sesi?

Apa itu EMDR dan bagaimana kerjanya?

EMDR singkatan dari Eye Movement Desensitization and Reprocessing. Secara sederhana, ini terapi yang membantu otak ‘memproses’ kenangan traumatis yang masih terasa segar dan mengganggu. Terapi ini bukan sekadar cerita ulang; ada prosedur bertahap yang melibatkan pengalihan perhatian (misalnya gerakan mata atau ketukan ringan di tangan) saat kamu mengingat memori yang menyakitkan. Rasanya aneh pada awalnya: kamu diminta mengingat hal buruk sambil mengikuti jari terapis yang bergerak, lalu—entah kenapa—emosi itu jadi lebih ‘ringan’ setelah sesi. Aku waktu itu sempat tertawa kecut karena suaraku terdengar seperti anak kedinginan. Terapis hanya mengangguk, seperti bilang, “ya, ini normal.”

Manfaat untuk trauma, kecemasan, dan PTSD

Dari pengalaman, EMDR membantu memecah dampak emosional memori, bukan menghapus ingatan. Bayangan yang dulu membuat napas tercekat menjadi lebih seperti file lama yang bisa dibuka tanpa panik. Untuk orang dengan PTSD, banyak penelitian menunjukkan EMDR efektif mengurangi gejala seperti kilas balik, mimpi buruk, dan hipervigilance. Untuk kecemasan umum, EMDR dapat membantu menurunkan intensitas reaksi terhadap pemicu spesifik—misalnya, aku yang dulu panik kalau ada suara keras kini bisa menarik napas lebih dulu dan menilai situasinya.

Tentunya respons tiap orang beda. Ada yang merasa lega setelah beberapa sesi, ada pula yang perlu waktu lebih lama. Aku ingat satu sesi di mana aku hampir tertidur; ketika bangun, rasa berat di dada berkurang, seperti kantong pasir kecil yang diangkat pelan-pelan. Itu momen sangat kecil tapi sangat berarti.

Bagaimana pendekatan EMDR di Indonesia? Apa yang perlu diketahui?

Di Indonesia, EMDR semakin dikenal, terutama di kota-kota besar. Klinik dan terapis yang tersertifikasi mulai bermunculan, dan komunitas psikolog aktif berbagi informasi. Namun, akses belum merata—di daerah pinggiran mungkin masih susah menemukan terapis yang terlatih. Selain itu, budaya kita yang kadang menutup-nutup masalah mental membuat beberapa orang ragu mencari bantuan. Untungnya, ada banyak sumber terpercaya untuk belajar awal, termasuk referensi internasional dan kelompok dukungan lokal. Kalau ingin mulai, sebaiknya cari terapis yang bersertifikat dan nyaman secara personal. Aku sendiri sempat membuka halaman emdrtherapyhq malam-malam, sambil menulis daftar pertanyaan untuk terapis: “Berapa lama sesi? Metode apa yang dipakai? Bagaimana jika saya menangis?”

Self-healing, mindfulness, dan peran kita di luar sesi

EMDR bekerja paling baik bila didukung oleh praktik self-healing sehari-hari. Mindfulness membantu memperkuat kemampuan grounding—misalnya latihan napas 4-4-4, scanning tubuh, atau berjalan kaki di taman sambil memperhatikan tekstur daun. Aku suka membawa fidget kecil (sempat malu keluarkan dari tas di ruang tunggu) untuk membantu fokus saat kecemasan naik. Rutinitas sederhana seperti menulis jurnal satu kalimat setiap malam atau menyetel playlist tenang juga berdampak besar.

Yang penting diingat: terapi bukan jalan pintas dan bukan tanda kelemahan. Mengakui bahwa kita butuh bantuan itu berani. EMDR memberi alat untuk memproses memori, tapi kita tetap perlu merawat diri dengan kasih sayang: tidur cukup, makan, dan memberi ruang untuk tertawa (aku sering tertawa kering sendiri karena lucu ingat ekspresi wajahku saat sesi pertama).

Kalau kamu sedang mencari cara untuk mengurangi beban emosional, EMDR patut dipertimbangkan. Bicaralah dengan profesional, tanyakan tentang sertifikasi, dan lihat apakah pendekatannya sesuai dengan nilai dan kenyamananmu. Siapa tahu, seperti aku, kamu akan pulang dari sesi dengan napas yang lebih panjang dan secangkir teh yang terasa sedikit lebih manis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *